Masa Kekosongan Kekuasaan di Timor Timur Agustus – November 1975

Bookmark and Share


Kekosongan kekuasaan yang terjadi di Timor – timur pada bulan Agustus - November 1975 yang merupakan akibat dari kegagalan Pemerintah Portugis dalam menjalankan kebijakan dekolonialisasinya di Timor – timur. Kebijakan dekolonialisasi berawal dari pemerintahan baru setelah terjadinya Revolusi Bunga pada tahun 1974.

Pemerintahan baru yang dipimpin spinola menginginkan dekolonialisasi untuk seluruh wilayah jajahan portugis. Akan tetapi khusus timor – timur proses dekolonialisasi sedikit tidak realistis mengingat kondisi timor – timur yang belum siap, akhirnya proses dekolonialisasi dimulai dengan beberapa persiapan salah satunya adalah pembentukan partai politik di wilayah timor – timur yang pada waktu itu masih berstatus sebagai Propinsi seberang lautan portugal, partai politik yang terbentuk yaitu UDT, ASDT (yang kemudian menjadi Fretilin), Apodeti, KOTA, Trabilishta.

Haluan dari berbagai partai politik di timor – timur pada akhirnya terpecah menjadi dua pandangan yaitu Kemerdekaan Timor – timur dan Integrasi dengan Indonesia, perbedaan antara beberapa partai politik ini melahirkan koalisi antara UDT dan ASDT/Fretilin. Praktis tinggal Apodeti yang Pro Integrasi Indonesia.

Koalisi antara UDT dengan ASDT/Fretilin tidak bertahan lama, UDT menyatakan keluar dari Koalisi yang disebabkan adanya issu pengkomunisan yang akan dilakukan oleh Fretilin. Keluarnya UDT dari koalisi menimbulkan konflik antara kedua partai tersebut yang berujung pada perang saudara antara UDT dengan Fretilin, perang saudara dimulai dengan upaya kup yang dilakukan oleh UDT pada tanggal 11 Agustus 1975.

Walaupun pemerintahan portugis sudah berupaya menyelesaikan masalah dan memediasi pertemuan antara UDT dengan Fretilin tetapi upaya tersebut gagal dan akhirnya fretilin membalas aksi bersenjata yang dilakukan oleh UDT. Pertempuran antara kedua belah pihak berlangsung dari tanggal 20 Agustus – 27 Agustus 1975. Pertempuran antara UDT dengan ASDT/Fretilin di menangkan oleh pihak fretilin walaupun pertempuran masih berlangsung dibeberapa daerah tetapi secara de facto fretilin memegang kendali atas wilayah timor – timur karena Pemerintah Portugis melarikan diri pada tanggal 27 agustus 1975 ke P.Attaruo (pulau kambing).

Walaupun memegang kendali atas wilayah timor – timur tetapi fretilin tetap mengakui kedaulatan portugal atas wilayah timor timur dan menginginkan pemerintahan portugis kembali dan melanjtukan proses dekolonialisasi timor – timur. Untuk mengisi kekosongan kekuasaan fretilin membentuk beberapa komisi dalam menjalankan pemerintahan sementara sambil menunggu hasil komunikasi antara pemerintah portugal dan Fretilin.

Tidak adanya pengakuan dari portugal atas fretilin sebagai wakil rakyat timor-timur yang sah dan campur tangan Indonesia, akhirnya Fretilin mendeklarasikan “Republik Demokrasi Timor – Timur” pada tanggal 28 November sekaligus mengakhiri masa kekosongan kekuasaan yang terjadi di timor – timur. Deklarasi yang dilakukan oleh Fretilin mendapat reaksi dari partai - partai yang pro Integrasi (Apodeti, UDT, Trabilistha, KOTA) dengan deklarasi balibo yang berisi tentang integrasi dengan Indonesia.

Adanya Republik Demokrasi Timor – timur dan PSTT yang didukung oleh Indonesia merupakan babak baru perang saudara yang terjadi di timor timur yang kemudian berakhir pada tahun 1999 melalui referendum yang dilakukan oleh PBB.

Wahyu Dinata/kompas